PASURUAN – Sejumlah pegiat sosial atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Aliansi Jaringan Anti Korupsi dan Kolusi (JARAKK) Pasuruan, menggelar aksi damai bertajuk “Gugat Kinerja Kejari” di depan kantor Kejaksaan Negeri, Kabupaten Pasuruan, Kamis (31/7/2025) pagi.
Diketahui, dari beberapa pegiat atau LSM Pasuruan yang ikut didalam aksi tersebut yaitu dari DPP Perkumpulan Cakra Berdaulat, lalu dari DPP LSM P-MDM, kemudian juga dari DPC LSM Gerah.
Dalam orasinya, mereka menuntut dan menyampaikan 10 poin dalam pernyataan sikap kepada pihak Kejari Kabupaten Pasuruan, diantaranya soal keterbukaan informasi publik seperti terkait skandal pengelolaan aset (piutang sewa) Plaza Bangil yang berpotensi merugikan negara yakni sebesar 32 hingga 37 miliar rupiah yang tidak tertagih sejak 2012.
Maka dari itu, Aliansi JARAKK mendesak khususnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Pasuruan, agar berhenti bersikap eksklusif dan menutup diri terhadap kontrol publik. Sekaligus soal pembatalan audiensi sepihak tanpa penjelasan resmi, dikatakan adalah bentuk pengabaian terhadap partisipasi warga negara.
“Kami menuntut protokol komunikasi publik yang profesional, terbuka, dan responsif sebagaimana diamanatkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kejaksaan bukan institusi privat, dan ia wajib melayani, bukan menghindar dari pertanyaan dan pengawasan rakyat,” ujar Imam Rusdian, selaku Ketua Umum DPP Perkumpulan Cakra Berdaulat.
Disamping itu, pihak JARAKK juga meminta kepada Kejari Kabupaten Pasuruan untuk tidak hanya melakukan proses penyidikan yang terkesan hanya menyentuh pelaku level bawah, tetapi juga harus bisa mengungkap pelaku lain di tingkat atas.
“Kami menuntut Kejari untuk segera menetapkan dan mengumumkan tersangka baru, yang bertanggung jawab atas kerugian negara puluhan miliar rupiah. Tidak hanya berhenti pada kasus terdakwa Abdul Rozak yang nilai kerugiannya sangat kecil, dibandingkan total potensi kerugian,” ungkapnya.
Selain persoalan Plaza Bangil, Aliansi JARAKK juga meminta kepada pihak Kejari untuk mengusut tuntas mengenai dugaan mafia tanah terkait penerbitan Sertipikat Hak Milik (SHM) atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemkab Pasuruan yang dulu pernah ditangani dan diungkap semasa Kajari sebelumnya.
“Kami menuntut Kejari untuk membuka kembali dan mengusut secara serius, dugaan adanya mafia tanah yang pernah diungkap oleh Kajari sebelumnya (Ramdhanu Dwiyantoro) terkait penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemkab. Periksa oknum pejabat BPN dan pihak lain yang terlibat dalam proses peralihan hak ilegal tersebut,” sahut Musa Abidin, dari DPC LSM Gerah.
Dan dari 10 pernyataan sikap yang disampaikan itu, Aliansi JARAKK juga mendorong kepada pihak Kejari Kabupaten Pasuruan untuk memperluas proses penyelidikan dan penyidikan terutama terkait dugaan praktik monopoli dan penyewaan kembali aset Pemerintah Kabupaten Pasuruan baik di Plaza Bangil maupun di Plaza Untung Suropati.
Bahkan didalam tuntutannya itu, Aliansi JARAKK mengancam akan mengeskalasi gerakannya hingga ke level yang lebih tinggi seperti Komisi Kejaksaan RI dan Kejagung RI apabila dalam 14 hari kerja kedepan, tuntutan-tuntutan itu tidak mendapatkan respons yang serius dan konkret dari Kejari Kabupaten Pasuruan.
Menanggapi apa yang telah disampaikan oleh Aliansi JARAKK tersebut, dalam hal ini Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, Teguh Ananto menjelaskan bahwa pihaknya mengaku tidak pernah menutup diri untuk publik dan berusaha untuk selalu transparan kepada masyarakat.
“Terkait dengan transparasi, kami selalu memberikan informasi. Jika memang itu perlu dilakukan publikasi ya kita publikasi, namun jika sifatnya masih dalam rahasia, ya kami jaga kerahasiaan, maka kami belum bisa memberikan informasi,” jelas Kajari, Teguh Ananto dihadapan sejumlah awak media.
Adapun mengenai kasus Plaza Bangil, pihaknya juga selalu terbuka dan siap untuk menerima pengaduan masyarakat. Namun demikian, pihak Kejari sendiri juga akan menelaah dan melakukan analisa setiap laporan atau pengaduan yang masuk, apakah itu memenuhi syarat atau tidak untuk dilakukan tindak lanjut.
“Kami tidak mau menangani kasus secara sewenang-wenang, semua harus melalui pengumpulan data dan proses pembuktian. Kalau sudah ada petunjuk dan bukti permulaan yang cukup, kami akan proses. Intinya, kami bekerja secara universal untuk memastikan apakah memang ada unsur pidananya atau tidak. Semua perlu kehati-hatian,” pungkas Kajari. (Eko)