Portal Jatim

Peringatan Dini Bakesbangpol Jatim: Anak SD-SMP Darurat Narkotika, Premanisme dan Radikalisme

Andre Prisna P
×

Peringatan Dini Bakesbangpol Jatim: Anak SD-SMP Darurat Narkotika, Premanisme dan Radikalisme

Sebarkan artikel ini
Kepala Bakesbangpol Jatim saat melakukan sosialisasi di Ponorogo

PONOROGO – Provinsi Jawa Timur (Jatim) saat ini berada dalam status darurat ganda, di mana kasus penyalahgunaan narkotika, premanisme hingga radikalisme kian mengkhawatirkan dengan menyasar anak SD hingga SMP.

Untuk mengantisipasi hal ini, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jawa Timur melakukan Sosialisasi Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) serta Antisipasi Premanisme dan Radikalisme. Bertempat di Gedung Sasana Praja, Kabupaten Ponorogo, Selasa (21/10/2025).

Acara dihadiri ratusan peserta dari berbagai unsur masyarakat, mulai dari organisasi masyarakat (ormas), guru, wartawan, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menjadi momentum menekankan pentingnya sinergi semua pihak.

Kepala Bakesbangpol Jatim, Eddy Supriyanto, mengungkapkan data yang mengejutkan. Jatim saat ini menjadi salah satu provinsi yang terbesar dalam penyalahgunaan narkotika di Indonesia.

“Kendati pihak kepolisian sudah mengungkap, pengungkapan kita (Jatim) adalah tertinggi di Indonesia, tapi penyalahgunaannya (narkotika dan premanisme) juga termasuk tertinggi,” ujarnya.

Menurut Eddy, kriminalitas di Jawa Timur menunjukkan tren usia pelaku yang semakin muda. Sasaran peredaran narkotika kini bahkan sudah merambah ke anak-anak SD dan SMP.

“Sekarang sudah menyasar kepada anak-anak SMP dan SD, sudah banyak yang menyalahgunakan narkotika. Ini bukan hanya tugasnya BNNP, kepolisian atau Pemda, tapi tugas kita bersama untuk mengantisipasi melalui hal-hal yang kecil dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan masing-masing,” tegas Eddy.

Selain narkotika, ancaman radikalisme dan terorisme juga menjadi perhatian utama. Jatim merupakan satu dari tiga provinsi paling rawan di Indonesia, selain Jawa Barat dan NTB. Beberapa kabupaten/kota di Jatim yang dianggap rawan adalah Magetan, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Probolinggo, dan Lamongan.

“Ponorogo ini dekat dengan Magetan, sehingga Ponorogo harus kita bentengi. Anak-anak yang terpapar radikal teroris juga usianya semakin muda. Sekarang anak SMP sudah mulai banyak yang terpapar,” imbuhnya.

Baca Juga:
Ratusan Massa Kepung DPRD Ponorogo, Kawal Putusan MK

Fenomena memudanya pelaku kriminal juga tercermin dari aksi anarkis yang terjadi di delapan kabupaten pada aksi unjuk rasa kemarin. Kasus terbesar terjadi di Kabupaten Kediri, di mana hampir semua kantor pemerintahan, termasuk sebagian Gedung DPRD terbakar.

“Pelakunya adalah anak-anak muda yang sebagai provokator. Yang menggerakkan adalah siswa SMP kelas 2 di Kediri. Jadi, sekarang semakin muda kriminalitas yang ada di tanah air,” ungkap Eddy.

Menanggapi tantangan ini, Eddy Supriyanto menekankan bahwa peran pendidikan dan literasi media sosial sangat vital. Aksi-aksi anarkis kemarin rata-rata banyak dari provokasinya dari media sosial. Kita hadirkan guru. Pendidikan menjadi penting, supaya anak-anak dibentengi dengan pendidikan agama dan pancasila.

“Sehingga mereka (generasi muda) bisa terbentengi dari moralitas. Terutama bijak menggunakan media sosial. Jadi, saring sebelum sharing,” pesannya.

Untuk memerangi peredaran narkotika via online, Pemprov Jatim melalui Polda dan Kominfo terus melakukan pemantauan intensif, termasuk takedown konten-konten berbahaya.

“Masyarakat juga dihimbau untuk segera melapor ke aparat terkait jika menemukan penyalahgunaan narkotika,” ungkapnya.

Sementara itu, Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, mengapresiasi upaya mitigasi dini dari Pemprov Jatim. Dirinya menyatakan, Ponorogo siap membangun komitmen bersama untuk menjaga wilayahnya.

“Kamiucapkan terima kasih kepada Bu Gubernur melalui Bapak Kesbangpol. Ini adalah mitigasi sejak dini mulai dari tiga hal, pencegahan penyalahgunaan narkotika, radikalisme, dan premanisme,” urai Bupati Kang Giri (sapaan akrabnya).

Penanganan masalah ini tidak bisa dilakukan sendiri. Ia menekankan peran sentral guru, orang tua, dan lingkungan. Guru harus diajak bersama-sama berpikir, lalu kemudian orang tuanya, lalu lingkungannya.

“Lingkungan, keluarga, guru dan sekolah ini menjadi bagian ekosistem yang harus bersama-sama berpikir mitigasi, menjaga kondusivitas, persatuan dan kesatuan terhadap bangsa,” tandasnya. (*)