MAMUJU – Aksi damai yang digelar Aliansi Mahasiswa Pemuda Manakarra (AMPERA) di depan kantor DPRD Kabupaten Mamuju pada Senin (14/7/2025), berujung ricuh. Demonstrasi yang semula berlangsung tertib berubah menjadi insiden kekerasan setelah sejumlah peserta aksi diduga mendapat perlakuan represif dari oknum anggota DPRD dan Satpol PP.
Ketua AMPERA, Angri, mengecam keras tindakan brutal yang dialami oleh massa aksi, termasuk pemukulan terhadap mahasiswa yang menyuarakan kritik terhadap kinerja DPRD.
“Alih-alih diberi ruang dialog, justru kami dipukul dan diintimidasi. Ini bentuk arogansi kekuasaan dan pengkhianatan terhadap demokrasi,” tegas Angri.
Menurutnya, tindakan kekerasan itu mencoreng lembaga legislatif yang seharusnya menjadi rumah aspirasi rakyat, bukan arena kekerasan terhadap suara-suara kritis. Ia menyebut insiden ini sebagai tamparan keras terhadap demokrasi lokal di Mamuju.
“Jika wakil rakyat berubah jadi preman, maka rakyat wajib melawan. Kami tidak akan diam,” lanjutnya.
AMPERA berkomitmen menggalang solidaritas luas lintas organisasi, termasuk mahasiswa, BEM, OKP, dan masyarakat sipil, untuk menggelar aksi lanjutan sebagai bentuk perlawanan terhadap sikap antikritik dan antidemokrasi.
“Kami serukan kepada seluruh elemen gerakan agar bersatu. Kekerasan terhadap demonstran adalah pengkhianatan terhadap konstitusi,” tegas Angri.
AMPERA juga menuntut pengusutan tuntas terhadap oknum pelaku kekerasan, serta mendesak DPRD Mamuju untuk meminta maaf secara terbuka dan menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi.