OPINI

Antara Janji dan Realita, Suasana Panas Pilkada yang Perlu Diwaspadai

Redaksi
×

Antara Janji dan Realita, Suasana Panas Pilkada yang Perlu Diwaspadai

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi

OPINI — Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), suasana politik sering kali diwarnai oleh ketegangan, harapan, dan janji-janji manis dari para calon pemimpin. Di setiap sudut kota, kecamatan dan Desa baliho-baliho besar dan kecil terpampang wajah-wajah calon, sedangkan spanduk berisi slogan-slogan menggugah semangat terpancar di jalanan. Setiap kontestan berlomba-lomba untuk menarik perhatian pemilih dengan program-program unggulan dan visi-misi yang menjanjikan kemajuan. Namun, di tengah hiruk-pikuk kampanye ini, penting untuk kita merenungkan tentang kesenjangan antara janji dan realita yang sering kali terjadi dalam politik.

Dalam setiap Pilkada, kita sering kali mendengar janji-janji perubahan yang dianggap menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat dan untuk Petahana dengan Slogan ” Lanjutkan untuk melanjutkan janji Program yang sebelumnya dan belum tuntas. Mereka menjanjikan perbaikan infrastruktur yang rusak, peningkatan layanan publik, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan cara yang revolusioner. Janji-janji ini, meskipun terdengar indah, sering kali terabaikan setelah masa pemilihan usai.

Kita dihadapkan pada kenyataan pahit ketika melihat fasilitas umum yang masih jauh dari kata layak, layanan kesehatan yang berkurang, hingga program-program yang sebelumnya dijanjikan hanya tinggal kenangan. Realita di lapangan menunjukkan bahwa begitu terpilih, banyak pemimpin yang gagal memenuhi harapan masyarakat. Alasan klasik seperti keterbatasan anggaran, birokrasi yang rumit, dan intervensi politik sering kali menjadi pembenaran untuk ketidakmampuan merealisasikan janji.

Situasi ini diperparah dengan adanya polarisasi sosial yang semakin mencolok. Pilkada bukan hanya sekadar pertarungan politik, tetapi juga menjadi ajang untuk mengedepankan identitas. Melihat bagaimana pendukung satu calon berhadapan dengan pendukung calon lain, kita sering kali disuguhkan dengan konflik yang menyolok. Ketegangan antarpendukung sering kali memicu ketidakpuasan yang dapat merusak kohesi sosial di tengah masyarakat.

Baca Juga:
Dianggap Kuat 'Condong' ke Salah Satu Paslon, Gabungan LSM di Pasuruan Laporkan PPDI ke Bawaslu

Oleh karena itu, penyampaian janji-janji politik yang membangkitkan emosi tanpa disertai dengan solusi konkret berpotensi memperburuk suasana. Kita perlu mengingat bahwa perbedaan opini adalah hal yang wajar, namun seharusnya tidak menjadikan kita saling bermusuhan.

Di sinilah peran kita sebagai pemilih sangat krusial. Masyarakat harus lebih kritis dan cermat dalam menilai calon pemimpin. Selain melontarkan janji, calon juga harus dapat menunjukkan rekam jejak mereka dalam mengelola sumber daya dan menjalankan program-program serupa di tempat lain. Transparansi dan integritas menjadi dua asas yang harus diperhatikan oleh pemilih untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya terjebak dalam romantisme politik semata. Mengingat pentingnya keputusan ini, keaktifan dalam mencari informasi dan diskusi di antara warga perlu digalakkan.

Sangat penting bagi kita untuk menuntut pertanggungjawaban dari para calon pemimpin. Kita harus menyadari bahwa partisipasi aktif kita sebagai pemilih tidak hanya berakhir saat menekan tombol suara di bilik suara. Komitmen untuk mengawasi dan menuntut kejelasan mengenai realisasi janji-janji selama masa jabatan mereka harus terus dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui forum-forum warga, diskusi publik, atau melalui media sosial yang saat ini menjadi sarana komunikasi yang sangat efektif. Penggunaan platform digital bisa menjadi alat pengawasan yang ampuh, di mana semua orang dapat memberikan masukan dan kritik terhadap kebijakan yang dikeluarkan.

Akhirnya, dalam suasana panas menjelang Pilkada ini, kita perlu menyadari bahwa janji-janji politik adalah dua sisi koin yang harus diperhatikan: iming-iming yang menawan dan realita yang sering kali penuh tantangan.

Kita sebagai pemilih harus berpegang pada prinsip ketelitian dan tanggung jawab. Dengan sikap kritis dan partisipatif, kita bisa berharap menemukan pemimpin yang tidak hanya pandai berjanji, tetapi juga mampu menghadirkan perubahan nyata bagi masyarakat. Kita harus memastikan bahwa suara kita bukan hanya menjadi alat legitimasi, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mendorong perubahan yang sesungguhnya.

Baca Juga:
Abolisi, Amnesti, dan Wajah Intervensi Politik dalam Hukum

Mari kita wujudkan Pilkada ini bukan hanya sebagai ajang perjuangan para calon, tetapi juga sebagai momentum untuk memanggil kembali esensi demokrasi yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat, bukan sekadar retorika politik belaka.

Penulis : Muhidin (Sekjen DPP LBH CAKRA)