Kesehatan

Apakah Beras Mengandung Arsenik Berbahaya? Ini Penjelasan Ahli

portal-indonesia.net
×

Apakah Beras Mengandung Arsenik Berbahaya? Ini Penjelasan Ahli

Sebarkan artikel ini
Arsenik
Beras, Sumber Pokok yang Tak Tergantikan (portal-indonesia.net)

Beras adalah makanan pokok bagi lebih dari setengah populasi dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, nasi selalu hadir di meja makan, menjadi simbol kenyang dan kesejahteraan. Namun, beberapa waktu terakhir, muncul kekhawatiran baru, konon beras mengandung arsenik, zat yang dikenal beracun bagi tubuh manusia.

Kabar ini tentu membuat banyak orang bertanya-tanya: apakah nasi yang kita konsumsi setiap hari benar-benar aman? Atau ada bahaya tersembunyi yang selama ini tidak kita sadari?

Asal Mula Kekhawatiran tentang Arsenik dalam Beras

Pada Mei 2025, organisasi Healthy Babies Bright Futures (HBBF) di Amerika Serikat merilis laporan yang mengevaluasi kadar logam berat, termasuk arsenik, dalam beras. Laporan ini memicu perhatian global karena beras merupakan sumber karbohidrat utama di banyak negara, bukan hanya di Asia tetapi juga di Amerika dan Afrika.

Menurut laporan tersebut, sebagian besar sampel beras di AS mengandung jejak arsenik anorganik, bentuk arsenik yang lebih berbahaya dibanding arsenik organik. Meski kadarnya tidak tinggi, paparan jangka panjang dikhawatirkan dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan.

Ahli gizi Malina Malkani, yang dikutip dari Eating Well, menjelaskan bahwa arsenik dapat ditemukan secara alami di lingkungan, terutama pada air tanah. Tanaman yang diairi dengan air terkontaminasi dapat menyerap arsenik melalui akarnya, kemudian menumpuk di bagian biji, dalam hal ini, beras.

Mengenal Arsenik: Zat Alami yang Bisa Jadi Racun

Arsenik adalah unsur kimia alami yang terdapat di udara, air, dan tanah. Dalam dunia kimia, arsenik terbagi menjadi dua jenis utama:

  • Arsenik organik, yang biasanya ditemukan pada makanan laut dan relatif tidak berbahaya.

  • Arsenik anorganik, yang ditemukan pada air tanah dan tanah pertanian, bersifat toksik bagi tubuh manusia.

Baca Juga:
Terungkap! Penyebab Cuaca Panas yang Mengguncang Kota Malang

Ketika arsenik anorganik masuk ke dalam tubuh dalam jumlah besar atau terus-menerus dalam jangka panjang, efeknya bisa sangat berbahaya. Paparan kronis telah dikaitkan dengan:

  • Risiko kanker (kulit, paru-paru, dan kandung kemih)

  • Penyakit kardiovaskular

  • Gangguan sistem saraf

  • Diabetes tipe 2

  • Kematian dini akibat akumulasi toksik

Dalam konteks pertanian, masalah muncul ketika air irigasi atau tanah yang digunakan mengandung arsenik. Karena padi tumbuh di lahan yang tergenang air, unsur arsenik lebih mudah diserap melalui akar dan berpindah ke bulir padi.

Mengapa Beras Lebih Mudah Menyerap Arsenik?

Sistem Penanaman Padi yang Tergenang

Menurut Sharon Palmer, ahli gizi asal Amerika Serikat, ada alasan ilmiah mengapa padi lebih mudah mengandung arsenik dibanding tanaman lain. Padi tumbuh di sawah yang selalu tergenang air, dan kondisi ini mempercepat proses pelarutan arsenik di dalam tanah.

“Ketika sawah digenangi air, unsur arsenik yang sebelumnya terikat di tanah menjadi lebih larut dan mudah diserap oleh akar tanaman,” jelas Palmer.
Artinya, semakin lama padi terendam, semakin besar kemungkinan arsenik terserap ke dalam biji-bijian.

Dampak Riwayat Tanah dan Pestisida Lama

Masalah arsenik bukan hanya soal alam, tetapi juga warisan dari penggunaan pestisida berbasis arsenik di masa lalu. Di beberapa wilayah Amerika Serikat bagian tenggara, lahan pertanian dulunya digunakan untuk tanaman kapas yang sering diberi pestisida berbasis arsenik. Ketika lahan itu kemudian digunakan untuk menanam padi, residu arsenik masih tertinggal di tanah.

Fenomena serupa juga mungkin terjadi di negara-negara lain, termasuk di Asia, jika pestisida yang mengandung logam berat digunakan tanpa pengawasan ketat. Oleh karena itu, pengawasan mutu tanah dan air menjadi faktor kunci dalam menjaga keamanan pangan.

Baca Juga:
Mengenal Lebih Dalam Akupuntur, Pengobatan Tradisional yang Efektif

Bagaimana Kondisi di Indonesia?

Di Indonesia, isu arsenik dalam beras belum menjadi perhatian besar seperti di negara-negara Barat. Namun, bukan berarti kita boleh mengabaikannya.
Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebenarnya telah memiliki standar batas aman logam berat, termasuk arsenik, dalam bahan pangan.
Menurut Codex Alimentarius (FAO/WHO), batas maksimum arsenik anorganik dalam beras adalah 0,2 mg/kg.

Sejauh ini, hasil uji laboratorium pada beberapa merek beras di Indonesia menunjukkan kadar arsenik masih berada di bawah ambang batas tersebut.
Namun, tingkat kontaminasi bisa berbeda-beda tergantung dari sumber air, jenis tanah, dan metode penanaman.

Perlukah Kita Khawatir dengan Arsenik di Nasi?

Kekhawatiran terhadap arsenik dalam beras memang beralasan, tetapi penting untuk menempatkannya dalam konteks. Paparan arsenik baru menjadi berisiko jika dikonsumsi dalam jumlah besar dan terus-menerus selama bertahun-tahun.

Ahli gizi Malkani menegaskan bahwa “tidak ada alasan untuk panik dan berhenti makan nasi.”
Yang perlu dilakukan adalah mengurangi kadar arsenik dalam beras dengan langkah-langkah sederhana.

Cara Mengurangi Kandungan Arsenik dalam Beras

Berikut beberapa cara yang direkomendasikan oleh ahli untuk menurunkan kadar arsenik sebelum beras dimasak:

1. Cuci Beras Hingga Bersih

Mencuci beras dengan air mengalir hingga air bilasan menjadi jernih bisa menurunkan kadar arsenik hingga 10–30%. Gunakan minimal 5–6 kali bilasan untuk hasil optimal.

2. Gunakan Perbandingan Air yang Lebih Banyak

Menanak nasi dengan perbandingan air yang lebih banyak, seperti 6:1 (air:beras), lalu tiriskan setelah matang, terbukti dapat menurunkan kadar arsenik hingga 50%.
Metode ini mirip dengan cara memasak pasta dan sering digunakan di India serta Bangladesh.

3. Hindari Menggunakan Air Tanah Terkontaminasi

Jika memungkinkan, gunakan air bersih dari sumber terpercaya. Di daerah dengan kadar arsenik tinggi pada air tanah, penggunaan air sumur untuk memasak sebaiknya dihindari.

Baca Juga:
Pentingnya Konsumsi Air Putih yang Cukup untuk Tubuh

4. Pilih Jenis Beras yang Tepat

Penelitian menunjukkan bahwa beras dari daerah pegunungan atau lahan tadah hujan cenderung memiliki kadar arsenik lebih rendah daripada beras dari lahan sawah tergenang.
Beras jenis basmati dan jasmine dari beberapa wilayah Asia juga tercatat memiliki kadar arsenik lebih rendah dibanding beras biasa.

5. Variasikan Sumber Karbohidrat

Kita bisa menyeimbangkan asupan dengan karbohidrat lain seperti jagung, ubi, singkong, kentang, atau quinoa. Diversifikasi makanan bukan hanya menyehatkan, tetapi juga mengurangi risiko paparan arsenik kronis.

Fakta Tambahan: Kandungan Arsenik pada Jenis Beras

Jenis BerasKadar Arsenik Rata-rata (mg/kg)Keterangan
Beras putih0,15–0,25Cenderung lebih rendah karena proses pemutihan menghilangkan sebagian lapisan luar
Beras merah0,25–0,40Lebih tinggi karena lapisan dedak masih utuh
Beras cokelat (brown rice)0,30–0,50Mengandung lebih banyak arsenik, tetapi juga lebih kaya serat dan nutrisi
Beras basmati0,10–0,15Salah satu yang paling rendah kandungan arseniknya

Sumber: FAO/WHO Joint Expert Committee on Food Additives, 2024

Apa yang Terjadi Jika Tubuh Terpapar Arsenik dalam Jangka Panjang?

Arsenik anorganik yang masuk ke dalam tubuh tidak sepenuhnya bisa dikeluarkan melalui urine. Sebagian kecil akan menumpuk di rambut, kuku, dan jaringan tubuh lainnya.
Paparan kronis bisa menimbulkan gejala seperti:

  • Rasa lemas dan nyeri tubuh

  • Gangguan pencernaan

  • Noda kehitaman pada kulit

  • Gangguan fungsi hati dan ginjal

  • Penurunan daya tahan tubuh

Namun, gejala-gejala tersebut biasanya muncul setelah paparan jangka panjang dalam kadar tinggi. Dalam kadar rendah, tubuh manusia masih mampu menetralisir sebagian besar arsenik melalui sistem detoksifikasi alami.

Peran Pemerintah dan Pentingnya Edukasi Publik

Pemerintah memiliki peran penting dalam memastikan keamanan pangan, termasuk pengawasan kadar logam berat seperti arsenik.
Langkah-langkah yang telah dilakukan di Indonesia antara lain:

  • Pengawasan rutin kualitas beras di pasar

  • Edukasi kepada petani tentang penggunaan pestisida ramah lingkungan

  • Pengawasan sumber air irigasi

  • Penetapan batas maksimum arsenik anorganik sesuai standar WHO

Baca Juga:
Cara Mencegah Komplikasi Darah Tinggi Pasca Lebaran Idul Adha

Selain itu, masyarakat perlu diberikan edukasi tentang cara mencuci dan menanak beras yang benar agar tidak hanya bersih, tetapi juga lebih aman untuk dikonsumsi.

Nasi Tetap Aman, Asal Bijak Mengolahnya

Beras memang bisa mengandung arsenik, tetapi bukan berarti berbahaya selama dikonsumsi dalam batas wajar dan diolah dengan cara yang benar.
Faktanya, nasi tetap menjadi sumber energi utama bagi jutaan orang di Indonesia dan dunia.

Langkah-langkah sederhana seperti mencuci beras dengan baik, menggunakan air bersih, dan memasak dengan air lebih banyak dapat menurunkan kadar arsenik secara signifikan.
Selain itu, menjaga pola makan yang seimbang dengan variasi sumber karbohidrat adalah langkah bijak untuk mencegah paparan logam berat berlebih.

Dengan memahami fakta ilmiah dan menerapkan kebiasaan sehat, kita bisa tetap menikmati sepiring nasi hangat setiap hari, tanpa rasa khawatir.

Poin Penting yang Perlu Diingat

  • Arsenik adalah unsur alami yang bisa ditemukan dalam tanah dan air.

  • Beras bisa menyerap arsenik, terutama bila ditanam di lahan tergenang.

  • Paparan arsenik kronis bisa berbahaya, tetapi kadar di Indonesia umumnya masih aman.

  • Cara mencuci dan menanak beras berpengaruh besar terhadap kadar arsenik.

  • Diversifikasi makanan adalah langkah cerdas untuk menjaga kesehatan jangka panjang.