BANYUWANGI — BEM Nusantara Jawa Timur (BEMNus Jatim) bersama Aliansi BEM Banyuwangi menggelar Kajian Akbar bertajuk “Alarm Reformasi Hukum”, Rabu (21/05/2025).
Acara ini menjadi ajang kritik terhadap sejumlah pasal kontroversial dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Diskusi yang berlangsung di Pidis Cafe, Banyuwangi, Selasa (20/05/2025), menghadirkan dua pakar hukum nasional: Agustian Siagiaan dan Totenk MT Rusmawan. Kegiatan ini disambut antusias mahasiswa, terbukti dengan penuhnya kursi yang disediakan oleh panitia.
Presiden Mahasiswa dan perwakilan BEM dari luar daerah seperti Jember dan Situbondo juga hadir untuk menyuarakan keprihatinan atas potensi pelemahan sistem peradilan pidana.
Helvin Rosiyanda Putra, Koordinator Daerah BEMNus Jatim, menyampaikan bahwa sistem peradilan pidana harus menjunjung prinsip check and balances, bukan didominasi satu pihak.
“Kami menolak sentralisasi dalam penyidikan dan penuntutan seperti yang tercermin dalam beberapa pasal RKUHAP. Proses hukum harus tetap profesional dan mandiri,” tegas Helvin.
Ia menambahkan bahwa ketergantungan terhadap persetujuan administratif dari lembaga non-penyidik bisa menimbulkan konflik kewenangan antar institusi hukum.
Deni Oktaviano Saputra, Koordinator Aliansi BEM Banyuwangi sekaligus Presiden BEM Untag Banyuwangi, menyebut kegiatan ini sebagai sinyal kebangkitan perlawanan intelektual mahasiswa Banyuwangi.
“Kami mahasiswa Banyuwangi menolak segala bentuk revisi hukum yang menguntungkan kepentingan tertentu dan melemahkan penegakan hukum. Ini adalah bentuk kepedulian kami terhadap masa depan hukum Indonesia,” ucap Deni.
Di akhir acara, Helvin menegaskan kembali seruan moral kepada seluruh mahasiswa dan masyarakat sipil:
“Hukum acara pidana harus mencerminkan keadilan substantif. Kami menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk mengawal proses revisi RKUHAP agar tidak menjadi alat konsentrasi kekuasaan.”