OPINI

Di Balik Antrean SPBU di Bondowoso: Mobilitas Sosial Ekonomi Terganggu

Redaksi
×

Di Balik Antrean SPBU di Bondowoso: Mobilitas Sosial Ekonomi Terganggu

Sebarkan artikel ini

OPINI — Penutupan total Jalan Gunung Gumitir memperlihatkan betapa rentannya sistem distribusi dan ketimpangan akses infrastruktur di wilayah tapal kuda Jawa Timur.

Antrean panjang kendaraan di sejumlah SPBU Bondowoso dalam beberapa hari terakhir bukan semata tentang kelangkaan bahan bakar. Ia adalah gambaran krisis yang lebih luas-terganggunya mobilitas sosial ekonomi masyarakat akibat lemahnya perencanaan infrastruktur dan distribusi logistik yang terlalu bergantung pada satu jalur utama: Jalan Gunung Gumitir.

Penutupan jalur vital ini dilakukan untuk proses perbaikan struktur jalan nasional yang menghubungkan Jember dan Banyuwangi. Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur-Bali, Gunadi Antariksa, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pekerjaan preservasi di Jalur Gumitir mengutamakan aspek keselamatan pengguna jalan. Penutupan total jalan dipilih sebagai opsi paling aman setelah mempertimbangkan berbagai risiko proyek, ujarnya (Tempo.co, 24 Juli 2025).

Langkah ini memang sah dan perlu secara hukum maupun teknis. Namun, seperti banyak kebijakan yang berorientasi infrastruktur, persoalan muncul ketika mitigasi dampaknya belum dirancang secara menyeluruh. Kabupaten Bondowoso menjadi salah satu wilayah yang terdampak paling nyata. Sebagai daerah yang berada di luar jalur utama nasional, Bondowoso sangat bergantung pada akses Gumitir untuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) dari arah Banyuwangi.

Akibat penutupan ini, distribusi BBM menjadi terhambat. Truk tangki terpaksa memutar melalui rute alternative yaitu jalur utara via Situbondo. Jalur tersebut memerlukan waktu tempuh yang jauh lebih lama,  hasilnya adalah antrean panjang kendaraan di SPBU, keterlambatan pengisian ulang, dan pembatasan operasional.

Menurut M. Taufik, pekerja di SPBU Grujugan, kondisi ini tidak hanya terjadi di tempatnya, tetapi juga di beberapa titik SPBU lainnya di Bondowoso. Bukan tidak ada (BBM, red), pengiriman terlambat, ungkapnya. (radarjember.jawapos.com, 29 Juli 2025)

Baca Juga:
SPBU Simboro Bantah Isu Pengisian BBM Bersubsidi oleh Mafia, Semua Sesuai Rekomendasi

Keterlambatan ini berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Sopir angkot mengurangi jumlah ritase. Petani dan pelaku UMKM terhambat produktivitasnya. Pengemudi ojek online dan layanan pengantaran kesulitan menjaga operasional karena ketidakpastian pasokan BBM. Aktivitas ekonomi di tingkat rumah tangga ikut terganggu, dan ketegangan sosial mulai terasa karena keterbatasan akses energi.

Ironisnya, daerah seperti Bondowoso yang paling terdampak justru sering kali bukan prioritas dalam perencanaan infrastruktur nasional. Ketika jalur utama ditutup, wilayah-wilayah penyangga ini menjadi korban pertama dari kelambanan sistem distribusi yang tidak inklusif.

 

Krisis ini menunjukkan bahwa sistem logistik kita belum cukup tangguh untuk menghadapi gangguan jalur utama. Tidak tersedia jalur alternatif yang layak dan efisien, dan tidak ada sistem distribusi darurat yang menjamin suplai tetap berjalan. Pemerintah kabupaten dan provinsi semestinya sudah memiliki peta kerentanan jalur logistik untuk menyiapkan respons cepat ketika terjadi penutupan.

Pemerintah daerah dan provinsi perlu menjadikan momentum ini sebagai titik tolak penyusunan kebijakan mitigasi transportasi jangka panjang. Jalur sekunder, penambahan depo BBM regional, serta protokol distribusi darurat harus segera dirancang. Tidak cukup menunggu krisis datang baru bereaksi.

Dalam jangka pendek, pemerintah perlu memastikan kelancaran distribusi dengan memperkuat koordinasi antarsektorDinas Perhubungan, Pertamina, kepolisian, dan BPBD. Dalam jangka panjang, pembangunan jalur alternatif serta penambahan depo logistik di daerah penyangga seperti Bondowoso harus menjadi prioritas.

Penutupan Gumitir adalah alarm, bukan insiden biasa. Ini saatnya pemerintah menempatkan ketahanan distribusi sebagai isu utama pembangunan. Karena jalan bukan hanya ruang lalu lintas, tetapi juga jalan hidup bagi masyarakat.

Sudah saatnya pemerintah tidak hanya membangun dan memperbaiki jalan, tetapi juga membangun daya tahan wilayah. Sebab keterlambatan BBM hari ini bisa berarti tertundanya kehidupan banyak orang esok hari.

Baca Juga:
Gelap dan Berbahaya! Warga Keluhkan PJU Mati di Jalan Arak-Arak Bondowoso

Penulis : Abdi Fahmil Hidayat, lahir di Bondowoso pada 21 April 2001. Saat ini aktif sebagai peneliti di Pusat Kajian dan Konsultasi Hukum Universitas Nurul Jadid. Berdomisili di Wringin, Bondowoso, dan dapat dihubungi melalui WhatsApp di nomor 085334604721.