SIDOARJO — Polemik keberadaan tembok pembatas antara warga Desa Banjarbendo dan penghuni Perumahan Mutiara Regency akhirnya mendapat perhatian serius dari DPRD Kabupaten Sidoarjo. Dua komisi, yakni Komisi A dan Komisi C, turun langsung ke lokasi pada Selasa (14/10/2025) untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak). Langkah ini diambil setelah muncul perbedaan pendapat di kalangan warga terkait tembok setinggi tiga meter yang memisahkan akses antara dua kawasan permukiman tersebut.
Dalam kunjungan tersebut, rombongan anggota dewan didampingi oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Cipta Karya, dan Tata Ruang (P2CKTR), Bachruni Aryawan, serta Kepala Dinas Perhubungan, Budi Basuki. Sidak dimulai dari sisi selatan, tepatnya di area Perumahan Mutiara City, kemudian berlanjut ke sisi utara yang merupakan wilayah Mutiara Regency.
Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo, Choirul Hidayat, menjelaskan bahwa sidak dilakukan untuk melihat langsung kondisi di lapangan sekaligus menindaklanjuti surat dari kementerian terkait rencana pembukaan akses tembok. DPRD, kata Choirul, ingin memastikan penyelesaian masalah dilakukan sesuai aturan dan tidak menimbulkan konflik baru.
“Hari ini kami meninjau langsung kondisi tembok yang menjadi polemik. Ini langkah awal sebelum kami menggelar hearing resmi bersama seluruh pihak terkait. Kami ingin mendengar secara terbuka berdasarkan dokumen dan regulasi yang berlaku,” ujar Choirul Hidayat di lokasi.
Ia menegaskan bahwa DPRD berkomitmen menjadi mediator agar persoalan yang telah berlangsung lama ini dapat diselesaikan dengan baik dan kondusif. Choirul juga menekankan bahwa Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) baik milik Mutiara Regency maupun Mutiara City sudah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, sehingga tanggung jawab penyelesaian kini berada di tangan pemerintah daerah.
“Harapan kami, situasi tetap kondusif. Semua pihak harus terakomodasi kepentingannya. Tidak boleh ada yang merasa dirugikan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo, Rizza Ali Faizin, menyatakan pihaknya akan menelusuri dokumen perizinan, aspek tata ruang, serta analisis dampak lalu lintas (amdalalin) yang berkaitan dengan pembangunan dan rencana pembongkaran tembok. Ia menilai bahwa meski ada surat dari kementerian yang merekomendasikan pembukaan akses, keputusan tidak boleh diambil secara tergesa-gesa tanpa kajian menyeluruh.
“Kami akan mempelajari semua dokumen terkait. Ada aspek teknis dan sosial yang harus dipertimbangkan. Jadi, meskipun ada surat dari kementerian, bukan berarti langsung dibongkar. Kami ingin keputusan yang diambil benar-benar matang dan tidak menimbulkan masalah baru,” tegas Rizza.
Menurutnya, DPRD ingin memastikan setiap langkah penyelesaian mengikuti prosedur hukum dan berlandaskan prinsip keadilan sosial. Ia mengingatkan bahwa persoalan seperti ini sebaiknya diselesaikan melalui dialog terbuka dan bukan tindakan sepihak.
Rencana hearing di DPRD Sidoarjo nantinya akan menghadirkan seluruh pihak terkait — mulai dari perwakilan warga Banjarbendo, penghuni Mutiara Regency dan Mutiara City, pihak pengembang, hingga dinas teknis Pemkab Sidoarjo. Melalui forum ini, DPRD berharap dapat menemukan titik temu antara kepentingan akses publik dan keamanan warga perumahan.
Polemik tembok Banjarbendo telah berlangsung selama beberapa bulan. Sebagian warga mendesak agar tembok dibuka karena dinilai menghalangi akses jalan umum, sedangkan penghuni Mutiara Regency menolak pembongkaran dengan alasan keamanan lingkungan. Situasi yang sempat memanas ini kini mendapat perhatian penuh dari DPRD dan Pemkab Sidoarjo untuk mencegah potensi konflik horizontal.
Dengan turunnya DPRD ke lapangan, masyarakat berharap proses mediasi dapat menghasilkan solusi yang adil, harmonis, dan berpihak pada kepentingan bersama.