PROBOLINGGO — Harapan ratusan warga untuk memperbaiki taraf hidup dengan bekerja di PT Klaseman, perusahaan pengolahan kayu ekspor di Desa Karangpranti, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, tampaknya harus pupus. Alih-alih membawa kesejahteraan, banyak pekerja justru mengaku hidup dalam tekanan akibat upah rendah dan minimnya pemenuhan hak dasar ketenagakerjaan.
Seorang pekerja berinisial D-I mengungkapkan bahwa selama hampir lima tahun bekerja, ia hanya menerima upah sebesar Rp58 ribu per hari dengan waktu kerja delapan jam.
“Bayarannya Rp58 ribu per shift tanpa uang makan. Saya biasa bawa bekal dari rumah. Perusahaan hanya menyediakan air minum dari tong, tapi kadang airnya kurang higienis,” ujarnya saat ditemui pada Jumat (24/10/2025).
Ia menilai, besaran upah yang diterima tidak sebanding dengan beban kerja yang ditanggung. “Pekerjaan kami berat, mulai dari penggergajian, produksi, sampai finishing. Tapi kenaikan gaji hampir tidak pernah ada,” tambahnya.
Keluhan serupa disampaikan oleh pekerja lain, F-A. Ia menyebut, sebagian besar karyawan di PT Klaseman berstatus buruh harian lepas yang bekerja tanpa melalui proses rekrutmen formal. Para pekerja hanya menandatangani Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang menetapkan upah harian tanpa jaminan pesangon.
“Kami hanya dibayar jika masuk kerja. Kalau tidak bisa menyelesaikan delapan jam, upah langsung dipotong. Sudah empat tahun begini, tidak ada kenaikan gaji,” keluhnya.
Menurut F-A, perusahaan menerapkan sistem upah bertingkat berdasarkan lama masa kerja. Pekerja dengan masa kerja di bawah lima tahun digaji Rp58 ribu per hari, mereka yang sudah lima hingga sepuluh tahun menerima Rp73 ribu, dan bagi yang bekerja di atas sepuluh tahun diberi upah Rp84 ribu per hari.
Ironisnya, lanjut dia, tidak semua pekerja memperoleh jaminan sosial. “Hanya sebagian yang punya BPJS Ketenagakerjaan, itu pun cuma jaminan kecelakaan kerja. Untuk BPJS Kesehatan, banyak yang tidak terdaftar,” paparnya.
F-A menambahkan, para buruh telah berulang kali membicarakan masalah ini di internal, namun belum ada langkah nyata dari pihak perusahaan. “Kayu dari sini diekspor ke Jepang dan Singapura. Kalau memang perusahaan tidak mampu membayar sesuai ketentuan, di mana buktinya?” ujarnya dengan nada heran.
Hingga berita ini diturunkan pada pukul 15.55 WIB, pihak manajemen PT Klaseman melalui Management Representatif, Kusno Widodo, belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dikirim melalui pesan WhatsApp sejak pukul 13.13 WIB. (*)












