SLEMAN – Kapan anak-anak disebut berani? Berani banyak makna dan itu tergantung dari cara pandang masing-masing.
Dikatakan berani ketika anak berjalan sendiri di kuburan. Tidak perlu ditemani siapa pun. Atau juga, dikatakan berani ketika secara fisik tidak gentar menghadapi siapa pun, bahkan dengan anak lain yang secara fisik lebih besar, lebih tinggi, lebih kuat dan lebih berpengalaman.
Bocah dikatakan berani saat dapat mengalahkan tantangan seberat apa pun. Bahkan ada yang mengartikan bocah berani adalah mereka yang melanggar peraturan. Ooops !
Namun pengartian itu bermakna lebih mendalam bagi sekelompok Orang Muda Katolik dan sebagian umat Paroki Wedi, Klaten Gereja Katolik St Perawan Maria Bunda Kristus. Mereka mengartikan berani dengan makna yang berbeda.
Demikian ditegaskan Romo Basilius Edy Wiyanto Pr saat bercerita di Chandari Heaven, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, Kamis (17/7/2025).
Mereka, kata Romo Edy, adalah muda-mudi Katolik Paroki Wedi. Anak-anak muda itu membuat makna berbeda dari kata tersebut. Makna yang berbeda itu terungkap dalam film musikal yang berjudul Berani Adalah Cahaya. Film ini berdurasi 60 menit.
Film tersebut bercerita soal kata, sikap dan tindakan atas kata ‘berani’. Berani ini bukan soal pengertian makna umum. Kata itu, yakni Berani, diartikan sebagai nilai yang harus diambil ketika seseorang akan mengambil keputusan. Berani mengambil keputusan, berani untuk mewujudkan suara hati, saat mengimplementasikan nilai kebenaran yang diyakininya.
Dan saat memutuskan, Berani itu menjadi Cahaya. Cahaya yang mencerahkan, yang memberi inspirasi dan yang juga, tegas Romo Edy, menghasilkan risiko.
Film ini bercerita tentang anak sekolah yang memutuskan mencari bola Volley yang masuk ke hutan. Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, yang sangat diyakini oleh para guru sekolah setempat, hutan itu tidak boleh dimasuki. Siapa pun dilarang masuk ke dalam hutan tersebut yang pada akhirnya menyibakkan rahasia di dalamnya. Ternyata di dalam hutan terlarang itu tersembunyi harta karun. Lalu?
Romo Mangunwijaya
Film Berani Adalah Cahaya berdurasi 60 menit. Pada saat ini, film musikal tersebut memasuki tahap editing. Film ini diedit oleh Cornelius Teddy H yang sekaligus sebagai kameraman. Sedangkan penulis naskahnya Paulus Muhammad Sodiq, dan sutradara sendiri dipegang oleh Romo Basilius Edy Wiyanto. Sementara aransemen musik dan lagu-lagu yang terdapat di dalamnya digarap Emanuel Maria Venanto Rio Nursetyo. Secara keseluruhan film ini melibatkan sekitar 90 orang termasuk pemain, crew dan pendukung.
Berani Adalah Cahaya, sebenarnya film kiasan. Dan nilai yang ditawarkan dalam film tersebut diinspirasi oleh Romo YB. Mangunwijaya Pr, yang dikenal karena pemikiran dan terobosan pendidikan untuk anak-anak. Dan karena terobosannya, Romo Mangun yang sangat memerhatikan pendidikan anak-anak terlantar di Yogya, sering disebut Romo Kali Code. Kali Code adalah sungai yang membelah kota Yogya yang di pinggirannya hidup masyarakat kelas bawah. Dan, dalam mendidik, Romo Mangun tidak membedakan suku, agama dari anak-anak didiknya. Romo Mangun hanya melihat bahwa semua anak harus mendapatkan pendidikan.
Nilai pendidikan yang ditawarkan Romo Mangun yang juga dikenal sebagai ‘tukang insinyur’ itu sangat sederhana, tapi menyentuh pada nilai yang ditawarkan kepada anak didik.
Pendidikan anak dianggap berhasil ketika siswa dapat mewujudkan tiga nilai yakni: ekploratif, kreatif dan integral. Ketika dalam diri anak muncul tiga nilai ini, diyakini Romo Mangun, mental dan karakter anak akan terbentuk. Ketiga nilai ini kemudian menjadi warisan Romo Mangun, yang diperolehnya dari berbagai jaman kolonialisme, kemerdekaan dan zaman setelah kemerdekaan.
Romo Mangun, menurut Romo Edy Wiyanto, menilai bahwa pada jaman kolonialisme bangsa Indonesia boleh belajar, karena hadiah politik etis. Rakyat kebanyakan bisa mengenyam pendidikan pada jaman kolonialisme sebenarnya bertentangan dengan doktrin kolonialisme itu sendiri, yang kemudian akan menghasilkan bangsa yang cerdas. Politik etis yang dilaksanakan pemerintah kolonial Belanda bertujuan utama untuk kepentingan Belanda. Namun ternyata politik etis memberi dampak yang sangat positif bagi cikal bakal terbentuknya bangsa Indonesia. Politik etis adalah _blessing in disguise_ atau karunia terselubung. Atau juga dimaknai sebagai rahmat dalam ketidakjelasan akan masa depan bangsa. Beberapa dampak positifnya antara lain munculnya kaum terpelajar pribumi, tumbuhnya kesadaran nasional, serta perbaikan infrastruktur dan pertanian.
Ketika Taman Siswa didirikan Ki Hajar Dewantara, menurut Mangunwijaya sebagaimana diceritakan oleh Romo Edy Wiyanto, pendidikan merupakan sasana (tempat), salah satunya, mencerdaskan para pejuang bangsa. Dari tangan Ki Hajar Dewantara, pendidikan menjadi proses pendampingan untuk membentuk watak atau karakter bangsa. Pendidikan tidak hanya mencerdaskan tetapi juga menginspirasi dan membuka wacana makna sebuah kata ‘berani’ dari sebuah perjuangan kemerdekaan.
Namun setelah kemerdekaan, pendidikan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Tiga nilai pendidikan yang harusnya ada dan berkembang yakni, kreatif, ekploratif dan integral, ternyata tidak muncul, tidak kelihatan, dan diabaikan. Nilai-nilai itu hilang dari pendidikan anak-anak di hampir semua zaman atau orde pemerintahan.
*Harta Karun*
Tiga nilai itulah yang dalam film ini disebut sebagai harta karun. Harta karun adalah materi yang sangat bernilai, tersembunyi dan perlu digali. Oleh karena itu, jika Indonesia akan mencerdaskan bangsa sebagaimana ditulis dalam Pembukaan UUD 1945, tiga nilai itu harus muncul dalam dunia pendidikan anak-anak.
Sekarang anak-anak disebutkan kehilangan keceriaannya masa kecil. Mereka tidak bisa bermain karena terbebani kurikulum atau bahkan asyik dengan gadget. Atau juga kurikulumnya dipaksakan. Dan yang mengerikan kurikulumnya diatur sedemikian rupa sehingga anak berkembang sesuai keinginan penguasa, pemerintah atau zaman.
Pastor Paroki Gereja Wedi ini menjelaskan lebih lanjut. Indonesia adalah harta karun. Namun harta karun itu tidak menjadi milik bangsa Indonesia karena keberanian untuk memiliki negara, bangsa serta karakter tidak ditanamkan kepada anak-anak. Yang muncul kemudian adalah pembodohan, dikatakan kaya tetapi secara wujud Indonesia tidak dimiliki bangsa Indonesia.
Karena dana yang terbatas, demikian Romo Edy Wiyanto mengaku, film ini dibuat dengan segala kemampuan optimal para pemain, penulis skenario, pemusik dan pendukung lain.
Namun itu adalah pelajaran dan sekaligus pengalaman pertama dari para pemain dan pendukung film ini. Pembuatan film ‘Berani Adalah Cahaya’ ini dimungkinkan karena mereka yang terlibat lebih dulu mengalaminya. Tanpa keberanian itu film yang menawarkan tiga nilai harta karun ini tidak pernah akan terwujud.
Seluruh lokasi shooting berada di Giri Wening, Sengonkerep, Gedangsari, Gunung Kidul, mulai dari pedukuhan yang asri, rumah penduduk hingga Bukit Giri Wening yang menampilkan kekayaan budaya dan alam yang menawan.
Ketika ditanya, kapan film Berani Adalah Cahaya akan diluncurkan ke masyarakat, Romk Edy Wiyanto mengatakan, masih rahasia. (bams)