SLEMAN – Setelah menetapkan mantan Bupati Sleman berinisial SP sebagai tersangka kasus korupsi dana hibah pariwisata, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain. Sebab, Kejari Sleman masih terus melakukan pendalaman yang berpotensi kembali memeriksa sejumlah saksi, termasuk mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sleman, Harda Kiswaya yang saat ini menjabat sebagai Bupati Sleman.
Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Sleman, Bambang Yunianto, Harda Kiswaya pernah diperiksa sebagai saksi sebanyak satu kali pada 14 April 2025 dengan kapasitasnya sebagai Sekda.
Ada banyak kemungkinan atas berjalannya penyidikan kasus ini. Bukan hanya Harda, Bambang menyampaikan saksi-saksi lain juga berpotensi diperiksa kembali. Ada sekitar 300 saksi yang telah diperiksa ketika proses penyelidikan dan penyidikan berjalan selama ini.
“Pendalaman masih kami lakukan, fakta-fakta baru terus kami cari juga. Kami tidak menutup kemungkinan akan memanggil saksi yang pernah kami periksa termasuk Harda Kiswaya. Semua tergantung bagaimana penyidik menghimpun keterangan dari para saksi,” kata Bambang Jumat (3/10/2025).
Menurut Bambang, pemeriksaan saksi perlu dipahami sebagai upaya Kejari Sleman dalam memperjelas perkara dugaan korupsi dana hibah pariwisata yang terjadi tahun 2020.
Bukan hanya Harda, salah satu saksi yang pernah diperiksa adalah putra tersangka SP berinsiial RA. Dia diperiksa pada Kamis (12/12/2024).
Ditanya kapan pelimpahan ke tahap dua perkara ini, dia belum bisa menyampaikan. Kejari Sleman perlu cermat untuk menuntaskan perkara ini dari hulu ke hilir.
Sementara itu, Bupati Sleman, Harda Kiswaya, mengatakan dirinya telah memberikan segala informasi dalam kapasitasnya sebagai Sekda Sleman ketika itu. Dia tidak ingin berspekulasi ihwal proses hukum yang sedang berjalan di Kejari Sleman.
Harda pun menerapkan proses ketat dalam menyusun Perbup 49/2020. Dia melibatkan anggota Kejari Sleman dan Polres Sleman untuk menyusunnya. Hal ini dia lakukan agar tidak terjadi persoalan di kemudian hari. Namun pada akhirnya justru menjerat SP.
“Saya turut prihatin atas apa yang terjadi pada Pak SP. Ini jadi pembelajaran bagi saya sebagai Bupati agar lebih banyak belajar. Saya sudah kumpulkan teman-teman untuk terus belajar perundang-undangan sehingga tidak ada masalah hukum di kemudian hari,” kata Harda.
Sebagai informasi, penetapan SP sebagai tersangka dilakukan pada Selasa (30/9/2025). Modus yang digunakan SP adalah melalui penerbitan Peraturan Bupati Nomor 49/2020 tentang Pedoman Pemberian Hibah Pariwisata.
Perbup itu digunakan untuk mengatur alokasi hibah dan membuat penetapan penerima hibah pariwisata, yaitu kelompok masyarakat di sektor pariwisata di luar Desa Wisata dan Desa Rintisan Wisata. Perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan perjanjian hibah dan Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. KM/704/PL/07/02/M-K/2020 tanggal 9 Oktober 2020. (Brd)