SITUBONDO – Aroma dugaan kolusi yang menyengat mulai tercium dari balik proyek-proyek infrastruktur di Kabupaten Situbondo. DPC Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Situbondo mendesak transparansi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur terkait delapan kegiatan proyek di Bidang Bina Marga Tahun Anggaran 2024 yang telah diaudit.
Melalui surat resmi bernomor 103/S.P/LBH Cakra/V/2025 tertanggal 14 Mei 2025, LBH Cakra meminta akses terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Namun, hingga kini, jawaban yang diharapkan tak kunjung tiba yang ada hanya komunikasi tidak formal melalui pesan singkat dan panggilan telepon. Hal ini dinilai sebagai sinyal buruk bagi semangat transparansi dan pemberantasan korupsi di daerah.
“Kami melihat ada indikasi kuat kongkalikong antara Dinas PUPP, BPK, dan rekanan proyek. Jika BPK yakin hasil auditnya bersih, kenapa takut membuka data?” tegas Nofika Syaiful Rahman alias Opek, Ketua DPC LBH Cakra Situbondo, dalam pernyataan kepada media.
Menurut Opek, pihaknya memiliki temuan lapangan dari tim ahli independen yang ingin dicocokkan dengan data resmi BPK. Ketiadaan akses terhadap informasi publik ini justru membuka ruang spekulasi bahwa proyek-proyek tersebut tidak sepenuhnya dijalankan secara akuntabel.
“Situbondo punya semboyan bebas korupsi, tapi jika lembaga pengawas justru menjadi bagian dari tembok tebal ketertutupan, maka semboyan itu hanya jargon kosong,” tambahnya.
LBH Cakra menegaskan hak masyarakat untuk mengakses informasi berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Mereka juga menyoroti bahwa keterlambatan dan ketidakjelasan dari pihak BPK justru menjadi penghambat utama dalam proses pengawasan publik dan akuntabilitas anggaran.
Kasus ini menjadi sinyal penting bahwa praktik pengawasan di daerah masih jauh dari kata ideal. Jika benar ada “permainan” antara institusi negara dan kontraktor, maka publik patut khawatir bahwa Situbondo sedang digerogoti dari dalam.