Portal Jateng

Purworejo di Balik Sorotan : Ketika Kota Damai Dicap “Kota Sabung Ayam Terbesar”

Portal Indonesia
×

Purworejo di Balik Sorotan : Ketika Kota Damai Dicap “Kota Sabung Ayam Terbesar”

Sebarkan artikel ini
Cqpture video Kyai Merah (kiri) dan aktivitas arena sabung ayam di Boro Kulon (Ist)

PURWOREJO – Nama Purworejo yang selama ini dikenal sebagai kota tenang dan religius, mendadak ramai diperbincangkan setelah beredarnya sebuah video berdurasi 2 menit 45 detik di media sosial dan pesan berantai.

Dalam video yang diterima Rabu (8/10) itu, seorang pria yang memperkenalkan diri sebagai Muh Edi Suryanto alias Kyai Merah, menyebut bahwa di wilayah Kelurahan Boro Kulon, Kecamatan Banyuurip, terdapat arena sabung ayam terbesar di Indonesia.

Video tersebut dibuka dengan kalimat religius dan berujung pada seruan emosional. Kyai Merah dengan nada berapi-api menuding adanya praktik perjudian yang dibiarkan hidup di tengah masyarakat.

“Aku sudah GPS tempat perjudian sabung ayam terbesar di Indonesia, di Boro Purworejo, pemiliknya Kumir!” katanya lantang, sembari menuding keterlibatan sejumlah oknum.

Ia bahkan mengaku telah melaporkan temuan itu kepada Presiden Prabowo Subianto dan menyinggung aparat keamanan yang diduga tutup mata. “Diduga ada anggota hijau dan cokelat. Saya tahu sendiri, bukan katanya,” ujarnya.

Bagi sebagian warga, pernyataan itu mengejutkan sekaligus membuka luka lama: perjudian sabung ayam yang tak kunjung hilang dari Bumi Bagelen.

Jejak Panjang Arena Boro

Warga Boro Kulon tak asing dengan suara ayam jantan berkokok keras di hari-hari tertentu. Meski lokasinya  tersembunyi, aktivitas di sebuah arena di wilayah itu sering menjadi pembicaraan warga.

Menurut beberapa sumber, arena tersebut sudah ada sejak lama dan dikelola oleh “pemain lama” yang dikenal luas di kalangan penjudi sabung ayam, seperti Kumir dan AJS.

“Kadang kami dengar ramai-ramai, parkiran penuh motor. Tapi kalau polisi datang, langsung sepi,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.

Arena itu seperti hidup dua dunia—di satu sisi seolah tenang, di sisi lain menyimpan denyut kegiatan ilegal yang tetap beroperasi dengan pola lama: terorganisir, teratur, dan terlindungi.

Baca Juga:
Sapi Kurban 1,1 Ton dari Presiden RI Disembelih di Purworejo

Suara yang Mewakili Keresahan

Kyai Merah mungkin bukan sosok baru di mata warga. Ia dikenal vokal dalam isu moralitas dan penegakan perda anti-miras. Dalam video itu, ia terlihat emosional hingga mengangkat selembar kain mori, simbol tekadnya untuk “siap mati melawan kebatilan.”

Aksinya menimbulkan beragam tanggapan. Ada yang menganggapnya berani, ada pula yang menilai ucapannya terlalu menohok. Namun, satu hal yang sama: ia mengungkapkan keresahan yang sudah lama dirasakan masyarakat.

“Kalau dibiarkan, ini bisa rusak generasi muda. Anak-anak lihat sabung ayam itu biasa. Padahal jelas-jelas dilarang,” ujar salah satu tokoh masyarakat Banyuurip dengan nada prihatin.

Ketika Hukum Seolah Tak Bertaring

Indonesia punya dasar hukum yang jelas—Pasal 303 KUHP menyebutkan bahwa segala bentuk perjudian adalah tindak pidana. Kapolri pun telah berulang kali memerintahkan pemberantasan total. Namun di Purworejo, penegakan itu terasa timpang.

Beberapa warga menyebut sudah bosan melapor. “Pernah dibubarkan, tapi muncul lagi. Kadang cuma pindah lokasi. Seolah tak ada efek jera,” kata warga lainnya.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah penegakan hukum benar-benar berjalan atau hanya formalitas?

Antara Tradisi dan Kejahatan

Sebagian orang beralasan sabung ayam sudah menjadi “tradisi turun-temurun.” Namun bagi banyak warga lain, pembenaran itu tak bisa diterima.

“Kalau dulu mungkin hiburan rakyat, tapi sekarang sudah jadi bisnis besar, ada taruhan, ada bandar,” ujar warga lainnya

Sabung ayam bukan sekadar permainan, tapi sudah berkembang menjadi rantai ekonomi gelap yang melibatkan banyak pihak—dari pengelola arena hingga penjudi luar daerah.

Harapan Akan Ketegasan

Kini, setelah video Kyai Merah viral, sorotan publik pun tertuju pada aparat setempat. Banyak warga berharap Polda Jateng, Mabes Polri, hingga Kapolri benar-benar menindaklanjuti laporan tersebut dengan tindakan nyata.

Baca Juga:
Resmi Dibuka Pj Sekda, PORKAB 2024 Diikuti 11 Cabor

Mereka ingin Purworejo kembali dikenal bukan karena judinya, melainkan karena ketenangan, religiusitas, dan budaya gotong royongnya.

“Kalau aparat tegas, masyarakat juga akan tenang. Kami hanya ingin hidup damai tanpa ketakutan,” tutup salah seorang warga dengan nada berharap. (trs)