YOGYAKARTA – Rapuhnya kondisi ekonomi nasional dan urgensi menjaga persatuan bangsa melalui nilai-nilai Pancasila menjadi sorotan utama dalam Seminar Empat Pilar Kebangsaan yang digelar dalam rangka HUT ke-45 KMK FISIPOL UGM di Wisma Syantikara, Yogyakarta, Sabtu (20/9/2025).
Seminar ini menghadirkan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, serta anggota DPD DIY, RA Yashinta Sekarwangi Mega. Dalam paparannya, Aria Bima menegaskan bahwa Pancasila harus dipahami sebagai ideologi dinamis, bukan sekadar simbol moral atau seremoni tahunan. Ia menilai metode sosialisasi Pancasila saat ini kurang efektif menjangkau generasi muda.
Aria juga mengkritisi kondisi ekonomi nasional, mulai dari beban pembayaran bunga utang Rp 600 triliun per tahun, cicilan pokok Rp1.200 triliun, hingga total beban BUMN yang mencapai Rp12 ribu triliun. Produksi minyak domestik yang hanya sekitar 600 ribu barel per hari dibanding kebutuhan 1,3–1,4 juta barel, serta ketergantungan impor kedelai disebutnya mengancam kemandirian energi dan pangan.
Menurutnya, persoalan tersebut berpotensi menambah pengangguran, memperlebar kemiskinan, hingga meningkatkan risiko disintegrasi sosial. Ia juga menilai DPR lebih sering mengutamakan kepentingan politik dibanding aspirasi rakyat, sehingga iklim investasi dalam negeri kurang kondusif.
Sementara itu, RA Yashinta Sekarwangi Mega menekankan pentingnya penguatan empat pilar kebangsaan — Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika — untuk memperkuat toleransi, solidaritas generasi muda, serta mencegah konflik dan radikalisme.
Yashinta mengingatkan bahwa nilai-nilai Pancasila tetap relevan dalam menghadapi tantangan kontemporer seperti politik identitas, disinformasi di media sosial, hingga meningkatnya eksklusivitas sosial.
Ia mendorong implementasi nyata Pancasila dalam kebijakan publik serta pemanfaatan media sosial sebagai sarana pemersatu bangsa. (bams)