MAJALENGKA – Bagi masyarakat Desa Nunuk Baru, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, perjuangan untuk memiliki tanah bukan hanya persoalan administrasi, melainkan bagian dari perjalanan panjang menjaga warisan leluhur. Ratusan tahun mereka tinggal di lahan yang ternyata berstatus kawasan hutan tanpa kepastian hukum.
Harapan baru muncul pada akhir tahun 2024 melalui program Reforma Agraria yang dijalankan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Kini, warga Desa Nunuk Baru resmi mengantongi sertipikat hak atas tanah—sebuah pencapaian yang menjadi penutup perjuangan panjang mereka.
Kepala Desa Nunuk Baru, Nono Sutrisno, mengungkapkan bahwa perjuangan warga untuk mendapatkan sertipikat tanah sudah dimulai jauh sebelum desa ini berdiri secara resmi pada tahun 2010.
“Beberapa kepala desa sebelumnya sudah berusaha agar masyarakat memiliki hak milik atas tanah tempat tinggal mereka. Para sesepuh juga selalu berpesan, jangan sampai muncul konflik seperti yang pernah dialami generasi terdahulu. Alhamdulillah, pada 2021 kami sepakat memulai prosesnya,” tutur Nono Sutrisno.
Pada tahun 2021, pemerintah desa, lembaga adat, dan masyarakat Nunuk Baru bersepakat memperjuangkan legalisasi tanah yang mereka tempati. Setelah melalui proses panjang, perjuangan itu membuahkan hasil pada Oktober 2024 dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1598 Tahun 2024 tentang pelepasan kawasan hutan untuk Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Langkah berikutnya datang dari Kementerian ATR/BPN yang melaksanakan program Redistribusi Tanah sebagai bagian dari Reforma Agraria. Melalui program ini, warga Nunuk Baru akhirnya memperoleh kepastian hukum atas tanah yang mereka tempati turun-temurun.
“Di akhir 2024, hasilnya benar-benar nyata. Warga menerima sertipikat tanah mereka dari BPN. Ini bukti negara hadir memberi kepastian hukum bagi masyarakat,” ungkap Nono.
Dalam program tersebut, Desa Nunuk Baru menerima 1.373 sertipikat hak milik, 37 sertipikat hak pakai, dan 21 sertipikat wakaf. Bagi masyarakat, sertipikat bukan hanya dokumen kepemilikan, melainkan simbol ketenangan dan keadilan setelah menanti begitu lama.
“Sekarang warga bisa tidur nyenyak. Sudah tidak ada lagi rasa khawatir atau konflik seperti masa lalu,” tambahnya.
Desa Nunuk Baru memiliki sejarah panjang, bahkan diyakini lebih tua dari Kabupaten Majalengka itu sendiri. Wilayah ini telah dihuni sejak tahun 1471, jauh sebelum terbentuknya kabupaten.
Pada masa awal kemerdekaan, masyarakat sempat diminta pindah ke wilayah utara Majalengka karena alasan keamanan. Namun, sebagian besar warga memilih tetap bertahan di tanah yang mereka anggap sebagai warisan para karuhun. Kini, Desa Nunuk Baru memiliki tujuh dusun yang tersebar di kawasan perbukitan Majalengka.
Meski kini telah memiliki sertipikat resmi, masyarakat tidak melupakan akar budaya dan nilai-nilai leluhur. Mereka masih memegang teguh tradisi adat yang dijaga oleh lembaga adat dan tokoh masyarakat setempat.
Upacara Penyiraman Pusaka Karuhun dan kerajinan Tenun Gadod menjadi simbol warisan budaya yang terus hidup dan diwariskan kepada generasi muda.
Kepala Desa Nono Sutrisno menegaskan, Reforma Agraria di Nunuk Baru bukan sekadar soal perubahan status lahan, tetapi juga tentang pemulihan martabat dan ketenangan hidup masyarakat.
Dengan kepastian hukum atas tanah dan semangat menjaga tradisi, warga Nunuk Baru kini menatap masa depan dengan rasa aman dan optimisme baru.
“Reforma Agraria ini bukan hanya tentang tanah, tapi tentang harga diri dan keberlanjutan hidup masyarakat kami,” pungkas Nono.
Program Reforma Agraria di Desa Nunuk Baru menjadi bukti nyata hadirnya negara dalam memberikan keadilan agraria, sekaligus mengukuhkan bahwa perjuangan turun-temurun masyarakat akhirnya berbuah hasil yang layak dikenang sepanjang sejarah.












