Portal DIY

Simak Bagaimana Burnout Terjadi dan Cara Mengatasinya

Portal Indonesia
×

Simak Bagaimana Burnout Terjadi dan Cara Mengatasinya

Sebarkan artikel ini

 

YOGYAKARTA – Burnout atau kondisi psikologis yang muncul karena stres berkepanjangan akibat dari kelelahan emosional terhadap suatu pekerjaan ataupun studi kerap menerpa generasi saat ini.

Dosen Psikologi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Komarudin menjelaskan bagaimana burnout bisa terjadi dan membagikan tips untuk mahasiswa agar tidak mudah mengalaminya.

Ia menyebutkan perbedaan antara burnout dengan stres. Stres bisa positif atau negatif, atau sesuatu yang wajar dihadapi setiap manusia. Apabila seseorang bisa mengendalikan stres, justru bisa memotivasi untuk memperoleh sesuatu, yang disebut dengan eustress.

“Kalau burnout ini karena tumpukan distress yang akhirnya mengakibatkan seorang itu mengalami kelelahan emosional dan akhirnya putus asa dalam meraih sesuatu,” tutur Komar, Sabtu (2/8/2025).

Dirinya menyebut beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami burnout. Mulai dari faktor internal dan eksternal.

Dari internal lebih karena faktor yang berasal dari mahasiswa itu sendiri, misalnya karakter yang kurang tangguh dalam menghadapi tantangan, memiliki grit / daya juang yang tidak kuat, tidak disiplin, suka menunda-nunda pekerjaan. Juga mudah over thinking, memiliki coping stress yang buruk atau kurang memiliki kecakapan berkomunikasi dengan orang lain.

Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar, seperti kurang uang untuk melanjutkan studi, habis diputusin pacar jadi tidak semangat untuk beraktivitas, lingkungan teman yang tidak sehat. Selain itu, mendapatkan pembimbing yang tidak kooperatif, atau peraturan kampus yang berubah-ubah dan menyulitkan mahasiswa.

Berdasar WHO ada beberapa ciri burnout antara lain gangguan tidur, menurunnya imunitas tubuh/ mudah sakit, mulai menarik diri dari lingkungan sosial. Kemudian, meningkatnya perilaku maladaptive (misalnya penggunaan zat adiktif, doomscrolling yang menghabiskan banyak waktu), kewalahan terhadap tugas. “Atau secara sekilas fisik dan mentalnya tampak tidak sehat yang ditandai dengan sikap menghindar dan putus asa,” paparnya.

Baca Juga:
Wacana Kenaikan Tiket KBS, DPRD Kota Surabaya Kunjungi GL Zoo Yogyakarta

Bagaimana dampak jangka panjang jika kondisi burnout tidak disadari atau ditangani?

Menurut Komar, depersonalisasi pada burnout menjadikan mahasiswa apatis terhadap lingkungan kampus dan menarik diri dari lingkungan sosial. Dalam jangka panjang, jika burnout tidak segera ditangani dapat menghambat perkembangan pribadi.

“Orang yang mengalami burnout biasanya juga diawali dengan gejala-gejala kecemasan dan jika bertumpuk tanpa ada solusi pasti akan membawa kepada kondisi depresi,” kata Komar.

Bagaimana Mengatasi Burnout?

Ia menyarankan jika mulai merasa burnout, bisa mencari strategi coping yang tepat, misalnya problem focused coping. Coping ini dalam beberapa hasil riset menunjukkan keefektifan dengan tetap fokus pada tujuan dan merencanakan alternatif pemecahan masalah, jangan menutup diri untuk mencari dukungan sosial.

Untuk membangun grit atau ketangguhan dapat dibangun dari menguatkan dua dimensinya, yaitu memiliki kegigihan dalam berusaha. Sehingga ketika menghadapi masalah apa pun tetap tenang dan pantang menyerah.

Kedua, yaitu konsistensi minat dengan merefleksikan tujuan dulu kuliah apa, mengapa harus kuliah, kuliah untuk siapa dan lain-lain, yang kesemuanya bermuara pada fokus tujuan awal yang dulu ingin dicapai dan sekarang harus diperjuangkan kembali.

Komar menyatakan pentingnya bagi mahasiswa untuk belajar manajemen waktu dan emosi sejak awal perkuliahan. Dengan manajemen waktu dan emosi yang baik, mahasiswa akan lebih disiplin mengejar target-targetnya. Sehingga menghindari penumpukan beban pada suatu waktu yang akan memicu burnout.

Dipesankan kepada mahasiswa tingkat akhir khususnya, untuk bisa menyelesaikan apa yang sudah dimulai. “Tuhan memiliki kejutan yang indah atas setiap doa yang dipanjatkan. Pasti akan ada waktunya semua yang diusahakan akan selesai,” tuturnya.

Menurut Komar peran keluarga sangat penting sebagai support system. Bagi orangtua, saudara, atau significant others bahwa dukungan orangtua merupakan resources yang berharga bagi anak yang saat ini sedang berjuang menyelesaikan tugas akhirnya.

Baca Juga:
Hujan Deras, Sejumlah Rumah di Sleman Rusak Tertimpa Pohon Tumbang

Untuk itulah disarankan jangan segan memberikan perhatian kepala anak. Menjadi pendengar yang baik atas keluh kesah anaknya. Jangan terlampau banyak menasehati yang mengarah pada penghakiman. Menjadi teman mencari solusi. “Dan yang pasti kuatkan doa untuk kelancaran semua proses perjuangan Ananda tercinta,” ujarnya.

Menurut Komar kampus juga mengambil peran penting untuk mengatasi burnout. Kampus perlu membuat suatu regulasi yang tidak berubah-ubah dan membingungkan mahasiswa. Sehingga mahasiswa memiliki kesiapan untuk menyiapkan tugas akhirnya pada pertengahan semester berjalan.

Sementara bagi dosen, tentunya harus mengupdate kemampuannya dalam memberikan layanan kepada mahasiswa. Karena generasi yang dihadapi saat ini bisa jadi berbeda dengan generasi dulu dialami oleh si dosen.

Lebih bijaksanalah dalam menemu kenali karakteristik mahasiswanya sehingga dapat menggunakan berbagai pendekatan yang sesuai. (bams)