BANYUMAS – TPST BLE (Tempat Pemrosesan Sampah Terpadu-Berbasis Lingkungan dan Edukasi) yang berlokasi di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas merupakan pusat pengolahan sampah yang berkelanjutan. TPA ini menerapkan konsep ekonomi sirkular dan waste to energy untuk menjadikan sampah sebagai sumber daya yang bernilai.
Beberapa kegiatan yang dilakukan di TPA BLE Banyumas, antara lain: Mengolah sampah organik menjadi kompos dan magot, mengolah sampah anorganik menjadi paving/genteng plastik dan Refuse-Derived Fuel (RDF), memproduksi pakan maggot dari bubur sampah organik, dan menjual cacahan sampah plastik anorganik ke TPST pembuatan RDF
Pada akhir Januari 2025 lalu, TPST BLE mendapat kunjungan dari Komisi III DPRD Banyumas.
Menurut Ketua Komisi III DPRD Banyumas, Samsudin Tirta, kendala yang dialami TPA BLE saat ini kekurangan sarana dan prasarana. Sehingga untuk mendukung optimalisasi pengolahan sisa sampah yang menghasilkan, di APBD 2025, kata dia, melalui komisinya sudah menganggarkan tambahan Rp 1 miliar untuk membangun gudang penyimpanan bahan baku RDF.
“Dari 27 kecamatan ada 39 TPST, hasil pemilihan sampah di TPST yang tidak bisa diolah semua ditampung di TPA BLE. Problemnya tidak memiliki gudang yang memadai dan kekurangan sejumlah peralatan,” terangnya
Peralatan lain yang dibutuhkan, seperti alat pengering sampah untuk mengrangi kadar air yang tinggi, alat pencacah maupun alat pengangkut dan kendaraan trasportasi.
“Komisi III ini fungsinya kan mendorong agar pendapatan daerah bisa dioptimalkan. Termasuk dari pengelolaan persampahan. Target PAD di 2025 ini nanti setelah perubahan diharapkan bisa sampai Rp 1,5 triliun. Di antaranya disumbang dari TPA BLE,” ujarnya
Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Syaihun mengatakan, kebutuhan penambahan alat dan bangunan pergudangan sekitar Rp 40 miliar hingga Rp 65 miliar.
Ini untuk menambah pembelian mesin pengolah RDF, membangun gudang, bahan bakar jemputan padat (biomasa). Termasuk alat pengangkut seperti dump truk dan tronton.

“Sampah yang diolah ke TPA BLE setiap hari sekitar 250 ton. Sekarang baru sekitar Rp 100 ton. Target kita ke depan semua sampah se-kabupaten bisa diolah di sini. Kalau di TPST baru sebatas pemilahan,” terangnya
Menurutnya, TPA BLE memang diproyeksikan untuk menampung dan mengolah sampah se-kabupaten. Jika harus membangun lokasi baru lalgi, membutuhkan biaya besar dan butuh waktu lama.
Kepala UPT Tempat Pemrosesan Sampah Terpadu (TPST) Dinas Lingkungan Hidup, Edi Nugroho mengatakan, pendapatan yang baru bisa disumbang dai TPA BLE sekitar Rp 200 juta dari produk RDF yang dijual melalui pihak ketiga ke pabrik semen di Cilacap.
“Sementara ini kita kan baru mendapat restribusi dari pihak ketiga yang mengambil ke BLE, terus mereka jual ke pabrik semen di Cilacap. Tahun 2024 kemarin pemasukan ke PAD baru sekitar Rp 200 juta karena baru mampu mengolah maksimal 20 ton,” katanya terpisah, Kamis (6/2/2025)
“Kalau mau meningkatkan, ya harus menambah mesin dan gudang. Makanya kami menyampaikan ke Komisi III DPRD untuk diperjuangkan bisa menambah peralatan yang dibutuhkan, salah satunya mesin berkapasitas minimal 10 ton per jam,” katanya
Tahun 2024, katanya, baru mampu mengolah maksimal 20 ton per hari, karena keterbatasan alat. pada tahun 2025 ini jika ada tambahan peralatan bisa mengolaj 40-50 tom per hari.
Dengan pabrik semen di Cilacap targetnya 60 ton per hari. Sementara untuk pabrik Semen Bima Ajibarang, mulai Juni-Juli minta dipasok minimal 100 ton per hari
Untuk produk biomasa, kata dia, baru proses awal produksi. Bupati sudah melakukan MoU dengan PLTU Cilacap. Uji coba pengiriman 100 ton sudah dilakukan, namun untuk harga baru akan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama bulan Februari-Maret.
Terkait penambahan mesin berkapasitasbesar, pihaknya sembari memantau di sejumlah kota besar yang sedang mencoba mesin berkapasitas besar 50 -100ton. “Kita mau lihat dulu berhasil atau tidak. Kalo mesin yang 100 ton sering perbaikan, ya sama saja,” ujarnya. (trs)